Minggu, 04 September 2016

Seputar Qurban Dan Problematikanya



1. Pengertian Qurban


Qurban (Tadhhiyah) adalah ternak yang disembelih karena mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya nahr sampai akhir hari tasyriq.[1] Hukumnya sunnah kifayah dalam satu keluarga berdasarkan :

فصل لربك وانحر (الكوثر : 2 )
Maka shalatlah (hari raya) dan sembelihlah (qurban)

عن أنس رضي الله تعالى عنه قال ضحى النبي صلى الله عليه وسلم بكبشين أملحين أقرنين ذبحهما بيده الكريمة وسمى وكبر ووضع رجله المباركة على صفاحهما (رواه مسلم )

Dari Anas ra ia berkata bahwa Nabi saw berkurban dengan dua kambing kibasy berwarna putih lagi panjang tanduknya, beliau menyembelihnya dengan tangan beliau sendiri yang mulia seraya membaca basmalah, bertakbir dan meletakkan kaki beliau yang berkah diatas leher keduanya. HR. Muslim


قال صلى الله عليه وسلم ما عمل ابن آدم يوم النحر من عمل أحب إلى الله تعالى من إراقة الدم وإنها لتأتي يوم القيامة بقرونها وأظلافها وإن الدم ليقع من الله بمكان قبل أن يقع على الأرض فطيبوا بها نفسا 


Rasulullah saw bersabda : Tidaklah beramal seorang anak Adam pada hari raya nahr dengan amal yang lebih dicintai Allah Ta’ala daripada mengalirkan darah (hewan kurban), dan sesungguhnya hewan kurban akan datang dihari kiamat lengkap dengan tanduk dan kakinya, dan sesungguhnya darah (kurban) akan sampai disuatu tempat disisi Allah sebelum darah itu sampai diatas tanah, maka sucikanlah hatimu dengan korban.


2. Qurban Atas Nama Orang Lain Atau Mayit

Berqurban atas nama orang lain tidak diperkenankan tanpa seizinya. Sedangkan berqurban atas nama orang yang sudah meninggal para fuqaha’ berbeda pendapat, ada yang berpendapat tidak sah jika tidak mewasiatkan dan ada yang bependapat sah sekalipun tidak mewasiatkan.[2]


Tidak diperkenankan seseorang berkorban atas nama orang hidup tanpa seizinnya dan juga atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya.[3]


(Tidak sah berkorban atas nama mayit yang tidak mewasiatkannya, karena firman Allah swt (artinya) :”Dan sesungguhnya bagi manusia hanyalah apa yang ia usahakan”. Jadi jika ia mewasiatkannya maka boleh sampai ungkapan Dikatakan : sah berkorban atas nama mayit walaupun dia tidak mewasiatkannya, karena berkurban merupakan bagian daripada shadaqah dan shadaqah atas nama mayit adalah sah dan dapat memberi manfaat.


3. Berserikat Antara Qurban Dan Aqiqah

Memperserikatkan antara qurban dan aqiqah pada seekor ternak terdapat perbedaan pendapat, menurut Imam Ibnu Hajar yang bisa hasil hanya satu dan menurut Imam Muhammad Ramli kesemuanya bisa hasil.

(Persoalan) Apabila seseorang meniati aqiqah dan qurban, maka tidak hasil kecuali satu (niat) menurut Imam Ibnu Hajar dan bisa hasil keseluruhannya menurut Imam Muhammad Ramli. [4]

4. Pembagian Daging Qurban

Daging kurban wajib disedekahkan dalam keadaan mentah dan boleh mudhahhi memakan sebagiannya, kecuali jika kurban itu dinadzarkan, maka harus disedekahkan keseluruhannya.

Wajib (dalam kurban sunnah) mensedekahkan sebagian dagingnya walaupun sedikit dan makanlah dari kurban sunnah bukan kurban nadzar.

Disyaratkan untuk daging dibagikan dengan mentah agar sipenerima bebas mentasarufkan dengan sekehendaknya apakah dijual atau yang lain. [5] Adapun yang berhak menerima daging qurban adalah orang faqir sebgaimana yang dijelaskan oleh al-Qur’an :


فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْبَائِسَ الْفَقِيرَ (الحج : 27 )

Maka makanlah sebagian daripadanya dan berikanlah (sebagian yang lain) untuk dimakan orang-orang yang sengsara lagi fakir.(QSAl-Hajj: 28)

Ijtihad para fuqaha’ tentang pembagian daging qurban ini setidaknya ada tiga pendapat : 

(1) Disedekahkan seluruhnya kecuali sekedar untuk lauk-pauk 
(2) Dimakan sendiri separo dan disedekahkan separo 
(3) Sepertiga dimakan sendiri, sepertiga dihadiahkan dan sepertiga lagi disedekahkan.[6] 
Bagaimana dengan mendistribusikan daging qurban ke daerah lain atau disalurkan kepada masyarakat yang sedang tertimpa bencana ?


Dalam hal memindah qurban terdapat dua pendapat ulama yang ditakhrij dari masalah memindah zakat dan menurut pendapat yang shahih dalam hal qurban adalah diperbolehkan.[7]


5. Wakalah Dalam Ibadah Qurban

Ibadah Qurban merupakan salah satu ibadah yang pelaksanaannya tidak harus oleh pihak yang berkorban (mudlahhi), tetapi boleh diwakilkan kepada pihak kedua baik perseorangan maupun beberapa orang yang terkordinir (panitia).[8]

a. Wakil Terkordinir

Panitia Qurban adalah sekelompok orang-orang tertentu yang pada umumnya dipersiapkan oleh suatu organisasi (ta’mir masjid, mushalla, instansi dan lain-lain) guna menerima kepercayaan (amanat) dari pihak mudlahhi (yang berkorban) agar melaksanakan penyembelihan hewan qurban dan membagikan dagingnya.

Memperhatikan pengertian panitia diatas maka dalam pandangan fiqh panitia adalah wakil dari pihak mudlahhi.

Wakalah menurut syara’ adalah penyerahan oleh seseorang tentang sesuatu yang boleh ia kerjakan sendiri dari urusan-urusan yang bisa digantikan (pihak lain), kepada pihak lain agar dikerjakannya diwaktu pihak pertama masih hidup.[9] Wakil adalah pengemban amanah, karena ia sebagai pengganti muwakkil (yang mewakilkan) dalam kekuasaan dan tasharruf, jadi kekuasannya seperti kekuasaan pihak muwakkil[10]

b. Tata Cara Penyerahan Qurban Kepada Panitia


Penyerahan hewan qurban kepada wanitia (wakil) haruslah melalui pernyataan yang jelas dalam hal status qubannya (sunat / wajib) maupun urusan yang diserahkannya (menyembelih saja atau dan juga membagikan dagingnya) pada pihak ketiga. Oleh karenanya harus ada pernyataan mewakilkan (menyerahkan) oleh pihak mudlahhi dan penerimaan oleh pihak panitia, lalu serah-terima hewan qurbannya.

c. Tugas Panitia Qurban

Tugas pokok panitia adalah menyembelih dan membagikan dagingnya kepada pihak yang berhak sesuai dengan pernyataan pihak mudlahhi saat penyerahan hewan qurban dan pihak wakil/panitia sedikipun tidak diperkenankan melanggar amanah ini sebagaimana keterangan diatas.

ولايملك الوكيل من التصرف الا ما يقتضيه اذن الموكل من جهة النطق او من جهة العرف ( المهذب جز 1 ص : 350 )

Tidak berkuasa seorang wakil dari urusan tasharuf melainkan sebatas izin yang didapat dari muwakkil melalui jalan ucapan atau adat yang berlaku.

Terkait dengan qurban nadzar/wajib, panitia harus menjaga dagingnya jangan sampai jatuh pada orang yang bernadzar, orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya dan juga panitia sendiri.[11]

Pihak yang berkorban tidak boleh memakan sedikitpun dari qurban yang dinadzarkan. Yakni ia tidak boleh memakannya, lalu jika memakannya sedikit saja maka wajib mengganti. Seperti halnya pihak mudhahhi adalah orang-orang yang wajib ditanggung nafkahnya.


CATATAN KAKI:

[1] وهي ما يذبح من النعم تقربا إلى الله تعالى من يوم عيد النحر إلى آخر أيام التشريق (فتح الوهاب ج: 2 ص: 327

[2] ولا يضحى احد عن حي بلا اذنه ولاعن ميت لم يوص اهـ منهاج القويم ص : 630

[3] ولا) تضحية (عن ميت لم يوص بها) لقوله تعالى “وان ليس للانسان الا ما سعي ” فان اوصى بها جاز الى ان قال وقيل تصح التضحية عن الميت وان لم يوص بها لانها ضرب من الصدقة وهى تصح عن الميت وتنفعه اهـ مغنى المحتاج ج : 4 ص : 292 – 293

[4] مسئلة) لو نوي العقيقة والضحية لم تحصل غير واحد عند حج ويحصل الكل عند مر اهـ اثمد العين ص : 77

[5] ويشترط فى اللحم ان يكون نيأ ليتصرف فيه من يأخذه بما شاء من بيع وغيره (الباجورى جز 2 ص : 302)

[6] . (Kifayatul Akhyar, juz 2 : 241)


[7] فرع) محل التضحية بلد المضحى وفى نقل الا0ضحية وجهان يخرجان من نقل الزكاة والصحيح هنا الجواز (كفاية الأخيار جز 2 ص : 242

وقد يستعمل فيمن نزلت به نازلة دهر وان لم يكن فقيرا (تفسير القرطبى جز 12 ص :

[8] ويستثنى من ذلك الحج وذبح الأضاحى وتفرقة الزكاة (كفاية الأخيار جز اول ص : 284)

Dikecualikan dari hukum diatas (tidak bisa diwakilkan) adalah ibadah haji, menyembelih qurban dan membagikan zakat.

[9] وفي الشرع تفويض شخص شيأ له فعله مما يقبل النيابة الى غيره ليفعله حال حياته (حاشية الباجورى جز 1 ص : 386

[10] والوكيل امين ) لانه نائب عن الموكل في اليد والتصرف فكانت يده كيده (حاشية الجمل جز 3 ص : 416

[11] ولا يأكل المضحى شيأ من الأضحية المنذورة (قوله ولا يأكل) اى لايجوزله الأكل فان أكل شيأ غرمه (قوله المضحى ) وكذا من تلزمه نفقته ( ألباجورى جز 2 ص :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar